Home / Opini / Kewenangan Bupati Menghentikan Sementara Perusahaan Tambang di Kabupaten Lingga?
(Suherman, SH.) (Aktivis HAM dan Penegakkan Hukum LSM SIRIH BESAR)

Kewenangan Bupati Menghentikan Sementara Perusahaan Tambang di Kabupaten Lingga?

Diberhentikannya sementara kegiatan operasi produksi yang bergerak dibidang pertambangan Granit Dan Pasir yakni Perusahaan PT. Dabo Bangun Sukses (DBS) dan PT. Deva Panjang Jaya (DPJ) oleh Bupati Lingga memunculkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat, terlebih lagi Bupati Lingga menyatakan dalam statementnya di Batamnews.co.id penghentian tersebut dikarenakan ada pelanggaran yang dilakukan seperti Manipulasi Muatan dan Pajak serta Bupati mengusulkan kepada Gubernur agar izin perusahaan tersebut dicabut. Melihat statement dari Bupati Lingga tersebut kirannya penulis akan memberikan 3 pandangan pendekatan hukum seperti adminitrasi, Pidana dan Perdata terkait kebijakan yang diambil.

Pertama dari segi administrasi, kegiatan Pertambangan yang dilakukan diseluruh wilayah Indonesia wajib beralaskan kepada Undang-undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Untuk Prosedur Penghentian Sementara Kegiatan Izin Usaha Pertambangan Dan Izin Usaha Pertambangan Khusus diatur dalam Pasal 113 uu 4/2009 dilakukan apabila memiliki tiga keadaan yang jelas seperti
1. keadaan kahar, 2. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan.

3. apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan di wilayahnya
lebih lanjut, Permohonan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Penghentian sementara dapat dilakukan oleh inspektur tambang atau dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengeluarkan keputusan tertulis diterima atau ditolak disertai alasannya atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan tersebut.

Tegasnya dalam pasal tersebut memang betul Bupati mempunyai kewenangan untuk menghentikan kegiatan penghentian sementara namun sayangnya Pasal 113 uu 4/2009 telah gugur dan direvisi menjadi yang baru oleh Pemerintah Pusat Menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Konsekuensinya Pasal 113 di uu yang baru berbunyi “Permohonan suspense atau penangguhan kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Menteri. (4) Menteri wajib mengeluarkan keputusan tertulis tentang persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan alasannya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan.

Tegasnya dalam uu yang baru, kewenangan Bupati dan Gubernur untuk melakukan penghentian sementara Pertambangan diambil alih oleh Pemerintah Pusat yakni Menteri ESDM. Artinya kepala daerah tidak dibenarkan secara hukum untuk melakukan Penghentian Sementara kegiatan pertambangan apalagi mewacanakan untuk mencabut pemegang izin pertambangan (lihat Pasal 118 uu 3/2020) oleh karena itu kebijakan Penghentian Sementara kegiatan Pertambangan di PT. Dabo Bangun Sukses dan PT Deva Panjang Jaya oleh Bupati Lingga melampaui kewenangannya dan tidak didasarkan hukum Pertambangan serta menambrak asas hukum pemerintahan pemerintah yang baik asas legalitas Pasal 10 Uu 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Begitu juga orang yang belajar ilmu hukum di semester 4 yang mengambil mata kuliah hukum adminastrasi Negara sudah tidak asing dengan doktrin bahwa dalam menggunakan kewenangan dalam bentuk konsep hukum publik, Wewenang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Yang dimaksud Komponen pengaruh ialah penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.

Sedangkan Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen konformitas hukum mengandung makna bahwa adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan stadar khusus (untuk jenis wewenang tertentu) (Tedi Suradja,2017,53) oleh karena itu jika kedua PT Pertambangan tersebut mempersolakan dan menggugat kebijakan dari Bupati Lingga terkait menghentikan sementara kegiatan operasi maka dimungkinkan untuk di menangkankan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dari segi Hukum Administarasi.

Kedua, dari segi Hukum Pidana tuduhan yang diungkapkan oleh Bupati Lingga cukup serius dan perlu ditelusuri kebenarannya, karena jarang sekali seorang kepala daerah memberikan statement yang materinya mengarah mengungkap suatu ketidakadilan, Bupati Lingga mengatakan bahwa ada manipulasi Muatan dan Pajak, secara Hukum Pidana Manipulasi identik dengan pemalsuan dan diatur oleh berbagai dasar hukum Seperti di KUHP Pasal 263 dan uu Pertambangan Pasal 159 Berbunyi “Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Sedangkan mengenai Pajak maka Penyidik dari Direktoral Jenderal Pajak (DJP) perlu kiranya mengaudit kedua perusahaan tersebut terkait Pelaporan SPT atau lainnya yang berkaitan, Tuduhan tersebut sejatinya dapat dijadikan indikasi atau alat bukti oleh Aparat Penegak Hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan Bahkan KPK jika terdapat perbuatan melawan hukum, APH harus masuk dan menyelidiki apakah ada permainan atau tidak agar Publik mendapatkan kebenaran sesungguhnya terkait Penghentian Sementara Pertambangan Granit dan Pasir di Kabupaten Lingga tersebut.

Ketiga, secara Perdata Masyarakat atau organisasi yang bergerak dibidang lingkungan Hidup dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dan meminta ganti rugi akibat kerusakan lingkungan hidup baik yang dilakukan Pemerintah daerah atas sebelumnya memberikan izin maupun Ke Perusahan PT yang bersangkutan hal tersebut didasarkan pada pasal 5 ayat 1 Undang-Undang 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, warga juga punya hak mengetahui persoalan penambangan tersebut seperti contoh kasus organisasi lingkungan hidup atau WALHI Bengkulu mendaftarkan gugatan PMH yang dilakukan oleh PT. Kusuma Raya Utama dan Turut Tergugatnya adalah Gubernur Bengkulu di Pengadilan Negeri Bengkulu dengan Nomor Perkara 44/Pdt.G/2018/PN.Bgl.

Oleh karena itu untuk menjalankan Pemerintah yang baik dan bersih semuanya terpulang lagi kepada masyarakat, sudah sejauh mana masyarakat mengawasi kinerja dari pemerintah dan sejauh apa kritik yang membangun dilakukan, mengingat bahwa orang orang dalam pemerintahan merupakan orang orang yang diberi kewenangan oleh rakyat maka rakyat tetap berkewajiban untuk mengontrolnya secara baik, arif dan bijaksana dalam menjalankan Pemerintahannya agar tidak terjadi yang namanya Abuse Of Power.

Kendatipun masyarakat telah melakukan pengawasan akan tetapi terkadang ada beberapa kelompok yang sifatnya sangat cair, sehingga mudah untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu guna mencapai kepentingan pihak tertentu, diibaratkan seperti air yang selalu mengikuti wadahnya.

About Sudirman

Tinggalkan Balasan