Pilosofi itu menggambarkan, Jika diumpamakan seperti Cita-cita para pejuang negeri berlambang Burung Garuda ini, pasti para leluhur itu berharap kemerdekaan. Sudah 75 Tahun merdeka dari tangan penjajah bangsa asing sudah diraih. Artinya kekuasaan sudah berpindah kepada bangsa Indonesia sendiri.
Semua itu sejarah mencatat serta dapat dilihat dan dirasakan bagi para penerus bangsa pada saat ini, berbagai cara dan upaya dilakukan para pendahulu hingga nyawanyapun berguguran demi meraih cita-citanya, yaitu untuk kesejahteraan para penerusnya tanpa pilihkasih.
Tetapi sebahagian cita-cita para leluhur itu sirna bagaikan negeri yang tidak bertepi. melainkan menemukan nasib para generasinya seperti “HABIS GELAP KEMBALI GELAP” entah kapan kapan tibanya terang , tidak seperti pilosofi, Habis gelap timbulah terang. Dengan arti habis susah kembali susah, kapan nasipnya akan meraih senang.
Mungkin seperti itu kata yang pas diumpamakan ditengah hiruk pikuk dinegeri berlambang Brung Garuda yang kita cintai pada saat ini, karena kemerdekaan ekonomi dan sosial masyarakat sudah terkekang dalam melangsungkan kehidupannya, bahkan ada yang menhakhiri hidupnya dengan gantung diri.
Semenjak wabah Covid 19 ini yang melanda bangsa kita, berbagai opini bermunculan sipekulasi aturan dan peraturan yang harus diikuti oleh masyarakat, diatasnamakan dalam penanganan dan pencegahan penularan wabah Corona Virus.
Sejumlah orang berpendapat dalam penanganan Covid 19 yang digadang-gadangkan oleh pemerintah yang sedang berkuasa, diindikasikan “erat kaitannya dengan para pembisnis bersipekulasi, atau politik liberal yang tengah mengacam bangsa ini “.
Seperti pengusaha Masker dan untuk penyediaan sejumlah peralatan dan tenagana medis yang menghamburkan dana triliunan rupiah, bahkan terjadi pemotongan anggaran secara besar-besaran yang bersumber dari APBN maupun APBD diseluruh Tanah Air.
Timbulnya pertanyaan:, karena terlihat gambaran jeritan masyarakat yang tidak berdaya pada saat ini. “ Belum terlihat upaya pemerintah untuk mengatasi ekonomi masyarakat yang sedang terjepit hingga sudah ada masyarakat yang melakukan gantung diri secara anak-beranak”.
Meskipun ada kebijakan dari pemerintah menurunkan dana bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan sosial (BTS) 600 ribu rupiah, serta sembako diperkirakan untuk 3 hari makan, namun itu diperuntukan untuk selama 3 bulan, sedangkan biaya hidup satu hari perorang setidaknya 75 ribu rupiah, jika dkalikan 3 Bulan, tentu sangat jauh sekali nilai kekurangannya.
Kembali menuai pertanyaan besar bagi para oang yang pernah tahu dengan sejarah RRC di masalalunya, sengaja memiskinkan masyarakatnya agar mudah dikendalikan, karena sudah tidak berdaya samasekali. Tentunya bangsa Indonesia berharap semoga tidak seperti itu, meskipun saat ini RRC termasuk negara super power.
Semoga saja para penguasa agar membuka hatinya dan pikiranya kepada jalan yang diinginkan para pejuang kemerdekaan, menjadi bangsa yang kuat, berdahulat, masyarakatnya sejah tera dan makmur, sesuai dengan idiologi pancasila. OPINI oleh Sudirman.